Rabu, 27 Februari 2013

Interview tentang Outsiders & Lady Rose


Baru-baru ini Superman Is Dead (SID) berhasil menembus chart popular Billboard. SID dianggap memiliki lebih dari 1,6 juta fans dari seluruh dunia di Facebok. Dan juga berdasarkan survei terhadap sejumlah website, seperti YouTube, Wikipedia, MySpace, Last.fm, dan lainnya jaringan media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Menarik bagi kita untuk mengetahui bagaimana SID bersosialisasi dengan fansnya (Outsiders/LadyRose) dan juga pihak lainnya. Silahkan simak wawancara dengan SID melalui JRX.


1. Seberapa senang sekaligus kebanggaan Indonesia dengan capaian yang diberikan oleh "Billboard"?

JRX: Kami bangga, bisa meletakkan nama Indonesia di peta persaingan musik global. Indonesia juga (sebaiknya) belajar meng-apreciate hal-hal seperti ini dengan adil dan seimbang, jangan hal-hal yang negatif saja yg di blow up.

2. Muda, beda dan berbahaya bagi SID adalah?

JRX: Rangkaian kalimat tsb merepresentasikan energi dan semangat perubahan untuk melawan nilai-nilai lama yg masih dipertahankan kaum mainstream demi eksistensi kepentingan golongan-nya saja.

3. Bagaimana SID melukiskan Outsiders/LadyRose?

JRX: Mereka memiliki 'sesuatu' yg tdk dimiliki fanbase band-band lainnya. Kami percaya hukum semesta dan seleksi alam. Setidaknya, dari jutaan Outsiders/LadyRose pasti akan ada beberapa persen dari mereka yang akan tumbuh menjadi penentu masa depan daerah atau bahkan negara nya. Dan semoga, persepsi positif mereka thd SID bisa menjadi referensi dalam mengambil keputusan nantinya.

4. Tentang suka bersama Outsiders/LadyRose?

JRX: Keriangan kami bersifat sejajar, dikala SID berkunjung ke kota mereka -jika memungkinkan- kita naik sepeda bersama, kadang membersihkan sampah plastik bersama. Itu benar-benar membuat kami bahagia. Juga disaat kami menemukan beberapa Outsiders/LadyRose yg memiliki kecerdasan dan wawasan luas, kadang kami terpesona dan belajar dari mereka.

5. Tentang duka bersama Outsiders/LadyRose?

JRX: Disaat beberapa dari mereka menghujat band lain dengan membawa-bawa nama Outsiders/LadyRose. Itu sangat memalukan! Juga ada beberapa Outsiders/LadyRose dadakan yang tiba-tiba -juga secara mendadak- menyatakan diri anti thd SID setelah tahu kalau SID bukanlah band yang hanya bisa bicara tentang musik.

6. Menuju pertanyaan global, bagaimana pandangan SID terhadap indie scene di Bali, juga di Indonesia?

JRX: Internet sangat berperan dalam memajukan skena indie di dunia, termasuk Indonesia. Dan sudah seharusnya band-band indie makin bisa bersaing seiring dengan kemajuan tehknologi. Dan indikasinya sudah terlihat. Jaman sekarang ga harus kawin cerai lalu masuk infotainment untuk menjadi musisi besar.

7. Juga tentang musik Indonesia secara umum saat ini?

JRX: Secara umum sedikit membaik. Munculnya kembali musisi pop berkelas macam KLA Project, Anggun atau yang lebih baru semacam Sandy Sondhoro, Dira Sugandi dll mampu sedikit mengobati iritasi telinga akibat serangan nada arus utama yang itu-itu saja.

8. Pertanyaan terakhir pernyataan bebas yang ingin disampaikan?

JRX: Semoga Indonesia bisa menjadi rumah yang adil serta nyaman dihidupi oleh seluruh warga negara nya.

Interview Jrx dengan Akarumput 2011


Ari Astina atau Jerinx (JRX) bicara tentang kegelisahannya pada kondisi lingkungan Bali, kritiknya pada ritual adat yang kehilangan esensi pemeliharaan ekologi, dan kenangan masa kecilnya di Kuta yang dulu masih indah.


Pada 20 Agustus 2011, akun twitter @JRX_SID yang memiliki sekitar 118.600 follower menulis: “To all Balinese: Apa gunanya rajin sembahyang & percaya konsep Tri Hita Karana jika diam saja melihat Bali pelan-pelan dirusak? Hipokrit?”

Tidak sekali itu drummer Superman Is Dead dan vokalis Devildice ini menulis kritiknya tentang eksploitasi alam di Bali yang kian buruk akhir-akhir ini. Dia juga rajin mengkritik rencana proyek Bali International Park (BIP) di kawasan Bukit, Jimbaran. Proyek di atas lahan telantar seluas 200 hektare ini dimaksudkan sebagai fasilitas Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) tahun 2013.
Bupati Badung belum menurunkan izin untuk mega proyek yang harusnya mulai berjalan bulan Oktober ini. Sudah ada surat Keputusan Presiden (Keppres) untuk memuluskan proyek ini dan pemerintah pusat yang diwakili Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik (yang orang Bali) mendesak proyek ini tetap akan berjalan. Menurut Wacik, Bali masih kekurangan sarana konferensi tingkat internasional. Padahal Nusa Dua sudah punya fasilitas dan berpengalaman sebagai tuan rumah seperti KTT Perubahan Iklim tahun 2007.
JRX juga menulis perkara lingkungan dalam konteks yang lebih kecil. Misalnya tentang program “Recycle Before Dishonor” dari usahanya Rumble Cloth dan Rumble Shop. Toko Rumble di Ubud akan tidak menyediakan kantong plastik untuk mendukung upaya menekan masalah sampah plastik yang pelik di Bali.
Selama satu jam, JRX bicara dengan Alfred Ginting di rumahnya di kawasan Sanur. Petang itu JRX di cukup santai di tengah kesibukannya pengambilan gambar untuk film “Description Without Place” yang disutradarai Richard Oh. Dalam film itu JRX berperan sebagai pemuda Bali, sopir untuk Happy Salma, pengusaha dari Jakarta yang ingin membuka pabrik air mineral di Bali.

“Saya menerima tawaran peran itu karena suka ceritanya, cerita yang aneh. Dan peran saya tidak menuntut saya jauh dari karakter saya yang sebenarnya. Juga ada pesan ekologisnya,” kata JRX. Berikut petikan wawancaranya:


Apa yang melatarbelakangi Rumble untuk membuat program tidak menyediakan kemasan plastik?


Tema pengurangan tas plastik sudah lama disuarakan SID dan Devidice, jadi supaya ada sinkronisasi antara perkataan dengan tindakan saja sebenarnya. Kami mencoba dari dulu mengangkat tema seperti ini, sebagai bentuk tindakannya. Karena kunci dasar perubahan ekologi itu berawal dari diri sendiri. Kalau kita tidak mulai dari diri sendiri tidak mungkin mengajak orang lain mengikuti kita. Kenapa Rumble Shop di Ubud dan brand Rumble, selain mengangkat tema-tema cutting edge, ingin ada tema edukasinya meski tidak secara langsung. Rumble desainnya untuk anak muda, mudah-mudahan pesan ini sampai ke mereka. Nanti di pintu masuk toko akan dicantumkan pesan untuk membawa kantongan sendiri dari rumah karena tidak tersedia tas plastik, atau membeli tas kain atau tote bag yang disediakan.
Rumble Shop itu pembelinya rata-rata remaja, mungkin dengan cara-cara seperti itu pesannya mudah sampai, daripada mereka diberi penyuluhan. Karena remaja kan otaknya masih bersenang-senang. Kalau dikasih dengan cara-cara yang santai seperti ini lebih enak, meski ada sedikit paksaan. Dari Rumble kita memang harus spend more money menambah modal, tapi we’ll do it. Karena Rumble identik dengan SID dan saya. Jadi pemberontakan jalan, edukasi juga tetap ada.


Kenapa akhir-akhir ini semakin sering bicara tentang ekologi di twitter?


Banyak hal, mungkin salah satu faktor karena saya mulai pindah ke Sanur. Jadi bisa sering ketemu kawan-kawan lama, aktivis seperti Gendo (aktivis Walhi Wayan Gendo Suardana). Waktu saya masih tinggal di Kuta, jarang ketemu karena kehidupan di sana sangat berbeda. Dan kemarin sangat sibuk dengan dua band, rekaman, promo, SID juga sedang siapkan album yang akan rilis tahun ini. Namanya manusia, kekuatan pikiran susah dibagi. Kalau fokus pada satu hal, itu terus dikerjakan, kecuali butuh trigger baru lagi. Sejak pindah ke Sanur ini ketemu teman-teman diskusi dulu di zaman kuliah. Gendo bilang tentang kasus BIP (Bali International Park). Ini salah satu trigger.
Setelah ngobrol berjam-jam dengan dia mulai terbuka lagi cakrawala baru tentang betapa rapuhnya Bali ini. Dan kebijakan-kebijakan yang ada sekarang ini sebagian besar dikontrol oleh pertimbangan ekonomi daripada pertimbangan ekologi. Bali ini sangat kecil, jika nanti 10 atau 20 tahun lagi seperti yang diprediksi terjadi krisis air, kemacetan yang luar biasa, apa bedanya Bali dengan daerah lain? Apalagi sesuatu yang spesial yang kita banggakan dari Bali?
Jadi semuanya karena hal simpel seperti itu. Bukan karena kecintaan pada daerah yang membabi buta atau berlebihan. Rasional saja. Orang Bali secara mainstream percaya pada karma, alam, berserah, rajin sembahyang, tapi tindakan yang nyata untuk memertahankan mimpi mereka agar Bali tetap asri tidak ada. Cuma berdoa agar Bali tetap damai, tetap aman. Tindakan nyata masih jarang. Ini yang perlu diangkat lagi, agar anak muda tergerak. Karena anak muda yang mendengarkan saya adalah yang cutting edge, yang punya pemikiran tidak terlalu terikat dengan adat. Jadi keterikatan pada adat ini yang kadang-kadang bisa menyinggung mereka untk melawan.


Secara kreatif, apakah warna ekologi akan kental di SID atau Devildice?


Secara berkesenian kalau Devildice jarang menyentuh tema-tema seperti ini. Devildice kan semacam proyek alter ego, dimana saya ingin lepas dari masalah-masalah dunia, ini dunia sendiri. Di SID akan selalu ada isu-isu yang kita anggap penting, krusial untuk dibicarakan. Dan masalah ekologi di album baru SID nantinya akan ada, kerangka dasar lirik sudah ada, sasarannya kemana dan apa yang akan diserang. Dari ngobrol-ngobrol lagi dengan aktivis, referensinya makin kuat.


Dengan menggerakkan anak muda, apakah ini jadi kesadaran yang akan membesar?

Saya pikir iya, kalau cara penyampaiannya berkelanjutan dan tujuannya jelas. Dan anak muda itu harus diberi contoh, efek negatif sudah ada. Bali sudah tidak sama lagi, kalau tidak bertindak sekarang akan terlambat. Kalau soal penerimaan mereka apakah akan dilakukan di kehidupan sehari-hari, ya memang tidak bisa instan. Mungkin mereka akan merasakan sendiri dulu akibatnya. Misalnya di rumahnya terjadi krisis air, atau airnya tiba-tiba berwarna hijau atau biru, saat itu mereka akan sadar. Kalau belum tersentuh memang agak susah.
Bagi SID sebagai sebuah band yang besar dari hal-hal yang berbau perubahan ini sudah menjadi tanggung jawab sebuah band, to sing about it, to do something about it.


Momen apa yang paling menyentuh melihat kerusakan ekologi Bali?


Banyak sekali, Pantai Serangan, misalnya. Kami beberapa kali konser atau difoto di sana, dan itu salah satu contoh kegagalan pemerintah termasuk masyarakat adat untuk memertahankan daerahnya. Serangan itu efeknya tidak hanya di sana. Karena pantai itu direklamasi, dibentuk, manusia bergaya seolah-olah dia Tuhan begitu, efeknya bedampak seperti pantai di Ketewel. Teman-teman saya yang tinggal di sana mengeluh, sejak reklamasi di Serangan, abrasi makin parah. Dan masyarakat di sana jadi kehilangan mata pencaharian. Dreamland juga. Kita sering di sana, melihat tebing-tebing dipotong, demi apa sih? Demi orang yang punya duit banyak dan mereka mau nambah lagi. What the fuck, man?


Padahal apalagi kurangnya Bali, apa yang tidak ada di sini sekarang.

Dan orang bali sudah berkecukupan, tinggal maintain saja. Kalau kita mencari esensi dari setiap permasalahan ini, ya larinya ke kepentingan orang-orang luar yang serakah, selalu merasa kurang. Saking pintarnya mereka itu bisa membeli kepala-kepala daerah, tokoh-tokoh adat. Dan orang-orang Bali selama ini resistensinya sangat kecil. Kita di sini cuma akan turun jalan kalau sudah tersentuh masalah spiritual, religi. Itu baru kompak. Kalau masalah seperti ini sangat soft.
Saya dengan Bobby dan Eka sering bicarakan msalah-masalah ini, dan SID bukan band anak-anak lagi, harus ada yang kita perjuangkan. Sebuah band harus ada purpose. Dan purpose kita bukan hanya fame, uang, tapi apa yang bisa kita lakukan untuk hal-hal seperti ini. Bali ini rumah kita, kita mau apa lagi. Kalau Bali hancur mau pindah kemana? Jogja?


Karena dari sisi pencapaian, di SID materi sudah cukup dan fame kan sudah didapat?


Menurutmu? Hahaha.
Paling basic sih, kita orang bali kalau melakukan sesuatu dalam konteks musik sudah, kami juga sudah coba membuka jalan bagi band-band Bali lain untuk semakin dikenal, meski di Indonesia memang sulit. Kontribusi kami untuk Bali membuka jalan, memerkenalkan nama Bali di kancah nasional. Hahaha. Kancah, blantika, apa sih.
Sukses bagi kami sekarang ini, bukan lagi untuk dikenal semua orang, tapi apakah kita sukses memertahankan rumah kita. Kita kan selalu merasa minoritas di Indonesia, meski Indonesia ini Bhinneka Tunggal Ika. Secara ekonomi Bali diserang, secara kultur diserang dari segala penjuru dan kita tidak kompak. Kita hanya punya jargon Ajeg Bali, tapi itu sebatas kulit saja. Ajeg Bali itu apa? Harus pakai udeng? Harus rajin ke banjar? Itu bukan Ajeg Bali yang sebenarnya. Itu untuk fungsi sosial aaja, kalau kamu nanti mati ada yang datang. Itu aja ketakutannya, tidak mikir ke hal lain. Kita terlalu nyaman di zona itu.


Padahal ritual ada banyak sekali pemujaan pada ekologi

Menurut saya, ritual itu simbol. Leluhur kita melakukan ritual itu sebagai simbol penghormatan mereka terhadap bumi. Sekarang di saat Bali sudah diserang secara ekologi dan ekonomi, apakah simbol-simbol itu masih relevan? Bukankan tindakan lebih relevan daripada simbol? Saya pernah tweet: untuk apa kita rajin sembahyang, untuk apa kita percaya Tri Hita Karana, kalau kita diam saja tanah kita dirusak, ekologi kita hancur, dan ekonomi kita dikuasai orang asing? Sementara pejabat-pejabat kita, katakanlah Mangku kuasai tanah di sana sini, menguasai ekonomi, masyarakat lemah ditindas. Gila.


Statement ini bisa saja akan mengusik mereka yang di pemerintahan? Siap berdebat dengan mereka.


Siap. Asal tujuan debatnya demi Bali jangka panjang. Tujuan saya kan bukan untuk jadi gubernur, atau jadi orang yang berpengaruh. Cuma keresahan saya sebagai orang Indonesia, orang Bali. Banyak sekali yang membuat saya resah. Perlakuan orang-orang asing terhadap orang Bali yang semakin menurun kualitas rasa hormatnya. Kenapa orang-orang asing, terutama di Kuta, menganggap kita bodoh, budaya mudah dibeli. Karena mentalitas kita itu budak, terbiasa hidup seperti budak. Kalau ada bule ramah, ke sesama orang Bali beda. Kepada pendatang dari Jawa kasar. Apa sih itu kalau bukan mental budak?
Banyak hal-hal yang meresahkan saya. Kalau dulu kan pariwisata lokal itu dengan senyum, masyarakat ramah, dan sekarang keramahan itu makin palsu. Dibuat-buat supaya untuk selamat saja. Padahal kita bisa selamat kalau kita tahu cara bertahan. Tidak perlu ditindas dulu untuk berhasil.


Bisa ceritakan bagaimana pengalaman masa kecil tentang kondisi ekologi Kuta dulu?


Wah banyak sekali, paling signifikan waktu zaman SD di Kuta. Zaman dulu Kuta begitu indah, gang-gangnya masih berpasir. Warung tradisional dimana-mana. Salak bali, pohon kelapa dimana-mana. Hotel-hotel tidak terlalu banyak. Dan yang paling berkesan itu attitude orang asing yang datang ke Bali benar-benar bersahabat. Dan persahabatan mereka dengan orang-orang Bali benar-benar bagus. Mereka surat-suratan. Itu semua didukung lingkungan. Penginapan-penginapan sangat sederhana, dari kayu. Tidak banyak mobil.
Harusnya sekarang itu di Kuta tidak boleh lagi mobil masuk, atau yang boleh masuk hanya sepeda lah. Semua mobil yang mau ke Kuta ke Sentral Parkir. Buat apa itu dibangun Sentral Parkir? Saya pikir dulu tujuannya itu. Sempat ada car free day, dan resistensi terbesarnya itu dari mayarakat lokal. What the fuck? Bukannya berpikir untuk kepentingan yang lebih besar. Kamu nggak mau menyehatkan badanmu sendiri dengan berjalan kaki atau sepeda.


Sebagai anak kecil apa bagian paling menyenangkan di Kuta dulu?


Di sepanjang gang itu seru. Naik sepeda. Gang-gang itu seperti wahana bermain, ada jalan-jalan rahasia. Banyak pohon. Beli es daluman di warung, rujak. Ketemu bule-bule tua yang baik. Karakter bule-bule yang di Kuta dulu agak sama dengan bule-bule yang di Sanur sekarang. Kalau sekarang kan kayak sampah bule-bule di kuta, mereka cuma berpikir semuanya bisa dibeli. Indah banget dulu itu. Waktu kecil punya semacam orang tua angkat, bule-bule tua yang datang tiap tahun, seperti keluarga. Dan bule-bule seperti itu sudah tidak ada lagi di Kuta sekarang. Sekarang mereka ke sini buka bisnis, cari uang.
Ini agak di luar masalah ekologi. Harus diakui orang lokal kalah secara SDM, dijajah secara ekonomi tadi. Orang dari luar Indonesia datang ke Bali buka bisnis dan bisa lebih sukses dari orang Indonesia karena kualitas SDM berbeda. Saya pikir pemerintah harus sadari ini, batasi, jangan sampai kita jadi budak di tanah sendiri. Aneh kan.


Saya pernah menemukan grafiti kecil di Legian isinya: behave stranger, this ain’t your home. Saya khawatir ini bisa menjadi xenophobia?


 Tendensi ke arah sana sudah ada. Karena dua faktor, lokal tidak mengedukasi diri. Dan orang luar ke Bali melihat orang lokal begitu mudah dibeli. Lingkaran setan ini yang lama-lama bisa mengerucut menjadi sebuah permusuhan.
Saya pernah mengirim surat ke Jero Wacik entah dia baca atau tidak. Saya kirim email, juga surat tangan, tentang ini. Saya pikir orang penting di pemerintahan itu tidak pernah turun ke jalan, mereka tidak tahu betapa macetnya Kuta setiap malam, banyak anak kecil mengemis, pencopet, jambret. Mereka tidak pernah tahu bagaimana tiap jam enam pagi anak SD ke sekolah mereka lihat bule mabuk, muntah pinggir jalan, naik motor nggak jelas.
Harus pikirkan efek psikologisnya bagi anak-anak. Ini kan tidak bagus bagi masyarakat lokal. Mereka tidak bisa tumbuh dengan natural, mereka sejak kecil terdidik menjadi manusia dangkal, “hidup itu harus seperti ini ya.” Itu bahaya bagi anak-anak Bali. Makanya anak muda di Kuta jarang ada yang kritis, apatis, mereka merasa semuanya normal. It’s not normal, man. They’re on holiday. Sementara kita yang harusnya punya kehidupan normal.


Ketika hidup di daerah ini, merasakan sebenarnya Denpasar atau Sanur lebih baik?


Saya pindah ke sini untuk terapi, setahun mengasingkan diri dulu dari alkohol dan segala amcam. Masih sering ke Kuta, dan sudah terbiasa ke Kuta tanpa minum. Setelah saya rasakan kehidupan di sini lebih organized. Contohnya sanur kan daerah wisata juga, tapi kenapa Sanur lebih bersih dan tertib. Kenapa Kuta tidak? Menurut saya karena masyarakat lokal. Sudah pasti itu. Kalau orang lokal pintar, tahu cara maintain tempatnya, orang akan segan. Seperti kita ke lapangan atau taman yang bersih, mau buang puntung rokok malu kan. Kuta itu dipandang seperti lapangan yang sudah kotor, jadi orang tidak merasa apa-apa buang sampah.
Resistensi masyarakat Kuta sangat kecil. Saya meski sejak kecil di sana, tapi tidak pernah menjadi bagian dari warga di sana, bagian dari banjar. Saya kan pendatang juga. Agak susah juga untuk bisa ikut memengaruhi keputusan lokal.


Kenapa tidak mencoba masuk dan bicara dengan masyarakat lokal?


Itu tidak bisa dilakukan. Seperti ada batas-batas di desa adat itu, kecuali warga asli. Dan harus bersosialisasi. Saya lebih suka esensi daripada omong-omong kosong. Saya pikir sekarang yang harus diajak bicara dan mendengarkan itu orang-orang yang mengambil keputusan penting. Mungkin bupati, baru dia bisa mengatur camat, dan dari camat ke desa adat. Seperti car free day itu gagal karena orang lokal, tidak punya upaya memperbaiki tempatnya. Itu program pemerintah saja gagal, apalagi saya yang bicara yang jelas tidak semua orang suka.
Makanya saya sekarang cuma bisa berharap dari SID, bisa pelan-pelan menyuarakan. Kalau genderasi saya sekarang mungkin mereka sudah tidak suka musik. Sekarang anak-anak SMP, SMA yang mulai bikin Outsiders Kuta dan segala macam, mudah-mudahan nanti mereka bisa membuat pengaruh di banjarnya. Itu cara yang yang paling masuk akal untuk mengubah kondisi Kuta.


Ada harapan yang tumbuh melihat fans?


Banyak. Contoh kecil, seperti kemarin kita sering bikin aktivitas membersihkan pantai. Sudah banyajk Outsider Canggu, Sanur atau Nusa Dua mulai bikin kegiatan serupa. Kita kan tidak bisa mengubah mind set seribu orang secara bersamaan. Mungkin dari seribu orang itu ada 5 atau 3 orang yang melakukannya dengan hati dan akan bergulir terus. Orang-orang inilah yang akan membawa perubahan nantinya. Negara kita kan juga merdeka belum lama. It takes time.
Justru fan base SID di jawa yang benar-benar bergerak, lebih kritis, turun ke lapangan lebih sering. Karakter orang di Jawa kan lebih fight, kita di sini lebih laid back. Secara geografis memang begitu. Tapi di Sanur juga laid back, tapi bisa tegas. Kalau Kuta laid back under slavery.
Saya berharap ada pemimpin Bali nanti yang care pada ekologi, pada masalah citra Bali. Memang Bali bukan Kuta saja, tapi pintunya kan di sana, orang masuk ke Bali melewati daerah itu. Sekarang macetnya sudah gawat. Orang asing yang turun dari pesawat keluar dari airport harus melewati Bypass Ngurah Rai yang kalau jam-jam tertentu macetnya kayak setan. Ada rencana bikin jalan layang. Kebanyakan ambisi, tapi fondasinya masih rapuh. Ambisi banyak itu karena motivasi uang, bukan karena ingin melindungi masyarakat lokal.


Ada kemajuan-kemajuan kecil seperti Trans Sarbagita mulai beroperasi. Meski banyak resistensi karena Sarbagita dianggap terlalu memakan banyak badan jalan dan membuat kemacetan.

Idealnya Sarbagita ya memang untuk transportasi publik. Seperti Jakarta punya busway. Memang kondisi jalannya juga harus menyesuaikan. Tapi masalanya untuk skala makro, Bali tidak didesain untuk seperti yang terjadi sekarang. Jadi kita harus memilih Denpasar dan Badung ini akan menjadi sebuah kota metropolitan atau tetap desa? Kalau sekarang kan ada pertempuran apakah memertahankan ini tetap desa atau menjadi metropolitan. Ketimpangan inilah yang akhirnya tidak ketemu, clash dan menjadi masalah. Kalau dari awal maunya metropolitan, ya bangun jalan yang lebar.
Almarhum Ida Bagus Mantra kan sudah jelas idenya seperti apa Bali ini, tetap menjadi desa besar yang bermartabat, bertaksu, yang Bali banget. Kalau yang sekarang maunya jual jual jual. Bali ini seperti gula yang mendunia, semutnya bukan hanya dari Indonesia. Yang kita lawan itu besar sekali. Sementara orang Bali sibuk berkelahi dengan saudaranya sendiri.


Saya khawatir Bali mengalami seperti di masyarakat Betawi yang terpinggirkan di Jakarta. Di sini juga orang terus menjual tanah. Jual tanah buka rental mobil

Hahahaha. Betul, saya mengalami ketakutan seperti itu Ada tulisan saya baca tentang seorang petani yang tadinya kaya raya di daerah Jimbaran. Tanahnya dijual, dan sekarang menjadi miskin, balik lagi jadi buruh tani. Dan itu umumnya pengaruh anak, minta ini-itu. Kebanggaan-kebanggan semu di desa masih seperti itu. “Wah dia punya motor baru, punya mobil baru.” Bangga. Begitu saja. Bisa traktir teman-temannya di cafĂ©, bangga. Karena faktor pendidikan ya, tidak biasa berpikir panjang.
Di keluarga saya sendiri banyak seperti itu. Jual tanah dengan mudahnya, padahal bisa dikontrakkan, dan banyak yang mau. Kenapa dijual? Bisa mirip Betawi ya. Dibutakan oleh bagaimana caranya menaikkan status sosial di kalangannya, biar kelihatan lebih hebat dari tetangga. Penting sekali buat mereka.
Sekarang orang-orang lokal yang jadi susah beli tanah. Tidak terjangkau,. Harganya internasional. Kalau terus-terusan begini, kita stay di satu titik, sementara mereka mengusai tempat lain. Kita makin kecil dan terkepung, sudah lah jadi pegawai saja di hotel.

Interview SID dengan DEATHROCKSTAR 2001 (webzine)

tolong jelasin konsep musik SID itu. apa lebih dari sekedar punkrock, atau apa?
Di istilah pribadi SID menamakan genre yang dianut sebagai: 3-Chordsabilly Beer Punk Rock. Deskripsinya? (baca biografi yang diselipin di e-mail ini). Sementara itu secara perspektif sosio-musikal bisa dibilang SID hampir tak menyuarakan pesan apa-apa kepada publik kecuali: jadilah diri sendiri. Pula SID gak bakal mencoba menyuarakan slogan anti narkoba, anti ini anti itu. Sebab hidup adalah pilihan. Biarkan orang melakukan apa yang mereka suka. Dan SID semampunya menghindari stigma mendikte atau menggurui publik. SID menganggap Generasi Y telah cukup pintar utk memilah-milah yang mana baik yang mana buruk. Jangan ketika banyak band menyuarakan politik lalu kita ikut-ikutan melakukannya semata untuk membuktikan bahwa band kita intelektual plus banjir peduli pada kelangsungan negara ini. We have nothing to prove. You are who you are. And be proud of it.
gue pernah ngobrol ngobrol dengan beberapa teman, terjadi sedikit perdebatan tentang album terbaru kalian, satu bagian menyatakan album baru kalian tidak memiliki greget lebih dibanding kan rilisan sebelumnya (bad bad bad). sementara yang lain menyatakan lebih enjoyable.. menurut SID sendiri bagaimana?
SID sendiri menganggap album “Kuta Rock City”–sejauh ini–adalah pencapaian artistik tertinggi di jazirah berkesenian SID (yah, paling kita kurang puas ama sound di album itu aja, maklum, namanya juga putra daerah, masih gagap teknologi dan tata suara he he he…). Seandainya ternyata di kecenderungan komunal ada pro-kontra tentang kualitas estetika “Kuta Rock City”, well, tiap individu berhak punya pendapat berbeda, kan? Apalagi jika menyangkut faktor selera, wih, amat subjektif sifatnya. Dan di sini tak ada pendapat absolut tentang siapa benar siapa salah. Tapi lebih tentang soal suka tidak suka.
ada pernyataan lain yang menyatakan itu adalah akibat kalian masuk major label..pendapat SID tentang itu?
To whom it may concern: ketika hendak menyimpulkan sebuah fenomena emang sebaiknya dimunculkan niat menghargai proses alias peduli pada elemen kronologis yang disebut pra-kondisi terlebih dahulu. Coba investigasi secara holistik, pasang kuping lebih lebar, buka mata sampai jauh, serta terus tegar loyal pada akurasi informasi. Jika sudah, baru deh menyertakan estetika seni subjektif di situ lalu baru kemudian gagah berani mengambil kesimpulan: album ini yummy yummy, album ini yucky yucky, album ini not so yummy not so yucky. Let me get this straight, Major bisa dibilang nihil andil di proses berkesenian SID. SID dipersilakan berkreasi suka-suka hati. Dari bikin lagu, bikin desain cover, bikin vidklip, semua dikerjakan SID sendiri (Sony cuma supervisi dalam skala bukan artistik). Nah, kemerdekaan berimprovisasi segitu dramatis–ngomongin so-called pra-kondisi nih–didapat oleh SID lewat negosiasi yang alot dan menghabiskan banyak energi dan riuh botol bir. Look, dude, proses negosiasi sampai sekitar 4-5 bulan. Melelahkan. Tekanan mental ultra tinggi. Asli. Dus, jangan pernah lupa, SID ndak pernah yang namanya nyodorin demo ke label mana pun. Never. No, dude, never. Sebab dari awal SID telah sadar, jika SID nyodorin demo ke label (Indie, Major Indie, Major, whatever) maka posisi tawar menawar SID akan jomplang sejak mula. Kesannya SID yang perlu pada itu label. Padahal sama-sama butuh. Dan hierarki yang natural muncul nantinya adalah bak atasan dengan bawahan. Kalo diilustrasikan, persis kayak pegawai yang butuh pekerjaan. Sementara yang SID pengen adalah partnership yang notabene hubungannya bakal sejajar. Kayak manajer berprestasi yang dikejar oleh sebuah perusahaan besar. Selanjutnya sang manajer bakal berani mati bilang: “Lu berani bayar gue berapa?” Seperti itu, dude. Kenapa SID menyanggupi bekerja sama dengan major label? Sederhana, SID itu band miskin. Kalo SID setajir Setiawan Djody, wih, ngapain juga kerjasama dengan Major??! Nah, karna SID adalah band yang secara finansial pas-pasan (baca: duit honor manggung dan penjualan album cuma cukup buat beli bir dan berdandan fully Rock Star, lain tidak), on the other hand SID pengen melulu hidup dari musik, ya sudah, SID memilih realistis lalu menjalin kerjasama mutual dengan taipan bernama Sony Music Indonesia. (Dude, lu gak tau gimana demi mempertahankan idealisme “pantang nyerahin demo ke label” ini sudah bikin SID nangis darah, muntah keringat, vertigo akut, hingga 8 tahun…) Sekarang sih SID udah sedikit hidup lebih enak karna SID cuma mikirin tentang:
1. Giat berkesenian.
2. Giat berkesenian.
3. Giat berkesenian. Sampe mati.
Urusan distribusi dll udah diurusin Sony. Dengan 24/7 fokus berkesenian an sich, niscaya diharapkan hasil yang muncul lebih opitmal… Hey, esensial diingat, independensi tak serta merta pararel dengan eksistensi institusi di situ. Maksudnya, ketika sebuah band berada di bawah–katakanlah–Major (baca: institusi) bukan otomatis berarti band tsb katro’ (seperti kecurigaan komunal di Indonesia juga dunia pada band-band di bawah Major). Sebab jika demikian itu sama aja dengan nuduh rakyat Indonesia (baca: band) yang tinggal di negara paling korup di dunia bernama Indonesia (baca: institusi) adalah bagian integral dari axis of evil alias poros kejahatan. Negara Indonesia = korup > Rakyat Indonesia = korup. Begitu? Se-stereotype itu? Oh, come on…. Furthermore, saatnya nanti jika SID sudah tangguh secara finansial SID bakal bikin label sendiri dus akan mengimplementasikan obsesi SID selama ini.
PS:
1. Sarwono Kusuma Atmadja pernah bilang, “Saya pada prinsipnya lebih peduli pada proses serta pra-kondisi dibanding hasil akhir…”
2. Rancid saat sudah gabung dengan Major, mereka tetep Punk Rock, kan?

apa sebenarnya peran masing masing personel SID dalam membuat sebuah lagu>?
Kronologinya kerap seperti ini:
-Bobby bikin musik
-Jerinx bikin lirik
-Eka kadang ikut serta bikin lirik juga musik
-Bir Bintang (botol besar dan dingin) menyatukan harmoni ketiganya
apa yang menjadi inspirasi kalian dalam membuat sebuah lagu?
Dominan tentang keseharian SID a.k.a. old school Punk Rock principal: Sex, Drugs and Rock ‘N Roll.
apa yang menjadi acuan kalian dalam menulis lirik? pengalaman pribadi kah, atau harapan, atau apa?
Ya keseharian itu tadi: Sex, Drugs, and Rock ‘N Roll. Drink beers, crank up Punk Rock and having a good time.
dalam banyak artikel saya baca, kalau kalian selalu memainkan lagu karangan sendiri. dan telah memiliki beberapa rilisan. apakah akhirnya SID berhasil mendapatkan ‘cara paling baik dan termudah membuat lagu bagus ala SID’.? bisa di tuliskan disini? dan bagaimana cara SID tetap memiliki sesuatu yang fresh?
From the beginning, cara kita bikin lagu ya sama saja: Bobby dateng bawa lagu baru, kita nge-jam, minum bir, setelah aransemennya dapet kita ngerjain liriknya. Abis itu ya minum bir lagi… plain and simple.
SID terkenal sebagai band yang bersedia dibayar murah. bahkan bersedia bermain tanpa dibayar dalam event tertentu, bahkan dalam beberapa interview saya baca kalian mengalami proyek rugi., . ada alasan khusus dibaliknya? apa tuh?
SID hidup dari musik. SID udah gak disubsidi lagi oleh ortu tercinta. Untuk mengakomodasi kebutuhan hidup layak SID ya cari duit dengan bermain di event-event besar (itu pun dengan syarat-syarat khusus, contoh soal: SID pernah diajak sebuah event organizer untuk jadi band pembuka Ari Lasso serta dibayar sesuai standar SID. Tapi SID nolak. Bukan karna Ari Lasso seperti ini seperti itu. Bukan karna pilihan musikal Ari salah. Bukan karna SID gak butuh duit. Lebih karna imej SID beda dengan Ari. Dan SID selalu coba sekuatnya loyal pada brand image. Simple as that. Not a judgemental decision). SID rela dibayar murah bahkan gak dibayar jika sifat dari pertunjukan tsb non-komersial atau DIY. Alasan kenapa mau main dalam kondisi macam begitu, roots SID emang dari event kayak gitu, dan SID akan terus mempertahankan itu. Hell yeah, kacang yang mencoba setia pada kulitnya.
apa yang sedang SID dengarkan saat ini? musisi/band.. dan apakah itu mempengaruhi musik SID?
Stereo SID sekarang sedang dipenuhi band-band Rockabilly/Swing macam Reverend Horton Heat, Living End, Rocket From The Crypt, Supersuckers pula Brian Setzer Orchestra. Jejak mereka di “Kuta Rock City” kental tercuat salah satunya di lagu “Graveyard Blues/Vodkabilly”. Dan yang tak pernah sirna dari stereo SID adalah album-album Social Distortion. Kilas balik, SID pada awal kemunculan masif dipengaruhi NOFX dan Green Day. Sejalan waktu, SID bergeser ke genre a la Social Distortion, Living End dan Supersuckers. Tentu saja grup-grup tadi punya andil dalam proses kreatif SID, hanya saja seiring meningkatnya kepercayaan diri SID, band-band yang disebut di atas pada akhirnya lebih berposisi sebagai suri tauladan dalam konteks psiko-sosial. Pengaruh musikal mereka telah jauh menipis. Sampai kemudian akhirnya muncul yang SID sebut sendiri sebagai “3-Chordsabilly Beer Punk Rock”.
trend musik saat ini yang banyak memunculkan band band berimage punk dengan tampilan yang lebih manis.. seperti simple plan, busted, dan hmm Avril… apakh itu berpengaruh terhadap kalian?> dan opini kalian tentang trend tersebut?…
They ain’t got nothing on us. SID gak ada sangkut pautnya dengan mereka baik konsep musikal ataupun tampilan visual. Opini SID terhadap utamanya Busted, hmm…, jangan-jangan mereka cuma rekayasa produser…
walaupun tidak banyak yang beredar luas, tapi dari media massa orang mengetahui kalian mempunyai rilisan yang tidak sedikit…album apakah yang paling kalian nikmati hasilnya, dan pembuatannya.?
Ya, kita udah bikin 3 album indie (“Case 15″ thn 95, “Superman Is Dead” thn 99, “Bad Bad Bad” thn 2002> “Bad Bad Bad” dirilis ulang lagi dalam bentuk single oleh Spills Record, Bandung), ikut serta di beberapa album kompilasi, dan 1 album Major yaitu “Kuta Rock City” thn 2003. Secara popularitas album “Bad Bad Bad” yang mulai mencuri perhatian publik. Saat pembuatan album “Bad Bad Bad” juga SID sudah lebih merasa lebih dewasa dalam bermusik (Punk Rock). Kalo secara duit, belom ada yang kita nikmati hasilnya. Album satu sampai tiga duitnya tau lenyap kemana. Untuk “Kuta Rock City” belom kebagian royalti nih. Denger-denger sih udah laku puluhan ribu kopi hingga minggu ke-3 ini. Mudah-mudahan duit bisa cepet masuk ke kas kita. Bosen banget miskin, euy!
dan rilisan apakah yang akan kalian sarankan kepada orang orang yang baru akan memulai mendengarkan SID? dan kenapa?
Album “Bad Bad Bad” sebab di situ SID pribadi merasa proses pendewasaan musikal mulai menunjukkan taringnya. Setelah itu baru deh ikuti dengan mengkoleksi “Kuta Rock City” sebab proses pendewasaan musikal sudah makin gahar.

kalau punya kesempatan membuat album lagu lagu terbaik versi kalian.. lagu apa sajakah yang akan kalian masukan? dan kenapa?

Oh well, sejujurnya, SID belom kepikiran sampe ke situ. Maaf.
sebutkan band band lokal terutama indie yang kalian rekomendasikan?
Kebunku
Pitstop
Navicula
The Brews
Shaggy Dog
kalau band luar?
Social Distortion
Stray Cats
The Clash
Brian Setzer Orchestra
AFI
Reverend Horton Heat
Green Day
Rocket From The Crypt
Johnny Cash
Living End
Supersuckers
No Use For A Name
Alkaline Trio
sebagai orang indonesia, pasti kalian tau kalau indonesia adalah surga pembajak. apa opini kalian tentang hal tersebut, dan apa yang kalian lakukan apabila SID menjadi korban pembajakan?
Lucu juga kalo liat kecenderungan yang terjadi pada sebagian musisi anak negeri. Mereka agresif pula bangga mengadopsi falsafah band luar tanpa filter seraya menyarankan: “dude, bajak aja album ini!” tanpa pernah sadar saatnya nanti ketika benar-benar hidup melulu dari bermusik–ketika karya seninya dibajak–baru deh kelojotan setengah mati. Emang enak udah capek-capek bikin sesuatu yang menurut kita rockandroll-estetis-luhur-suci taunya orang lain minus penghargaan pun belas kasihan langsung main bajak aja. You have to experience it yourself so you know how bad it is! Pada prinsipnya SID menganggap pembajakan itu tak dapat dibenarkan dari sudut apa pun. Sayangnya negara Indonesia tercinta adalah masih tergolong dunia ke-3 (baca: miskin rupiah berkesadaran hukum rendah beli bir saja susah), tentu saja masalah ini terjebak jadi duh dilematis.
pendapat kalian tentang konflik Aceh?
Terhadap politik, jujur saja, SID benar-benar miskin minat. Memang sih pada awal kemunculan SID sempat cukup vokal menyuarakan nafas politik. Namun sejalan dengan waktu SID kemudian menyadari bahwa fenomena politik dan sejenisnya gak pas dengan suara hati SID. Sebab di atmosfer berkesenian SID (juga Bali/Kuta Rock City pada umumnya) yang paling dominan adalah–in no particular order–tentang minum bir dan bergembira bermain musik. Begitulah keseharian SID yang paling sejati. Dan SID gak akan coba lagi menyuarakan hal yang SID tak paham. Namun yang paling hakiki di sini,–dalam konteks konflik Aceh–SID sejak awal tak pernah setuju dengan budaya kekerasan. Sebisanya segala persoalan diselesaikan dengan bicara hati ke hati dan dengan kepala dingin untuk menuju satu titik kesepakatan. Perang adalah opsi paling paling paling akhir. Make Rock ‘N Roll Not War.

Interview SID dengan The Jakarta Post 2012 (versi asli dalam bahasa Indonesia)


01. Ini wawancara kedua saya dengan kalian. Pertama kali untuk Pause Magazine di Jakarta –sebelum main di PL Fair, kalau nggak salah 2002 atau 2003—, apa yang sudah berubah dari SID secara general? Kalian masih band punk rock yang berbahaya, punya tujuan yang jelas dan bisa dipercaya oleh penggemar. Tapi, secara personal, apa yang sudah berubah?
JRX: Yg jelas sudut pandang saya melihat sesuatu banyak berubah. Jika dulu takaran pandang hanya 1-3 tahun kedepan, kini sudah bisa sedikit melihat gambaran besar, bukan bintik bintik lagi. Clarity. Dan itu kadang membuat saya sedikit tidak nyaman.
Bobby Kool: Well.. Secara musikalitas SID tidak terlalu berubah, kita masih sama memainkan musik berjenis kelamin Punk Rock, perubahannya itu skr ada pada penulisan Lirik lagu, yg dimana penulisannya mengajak orang untuk lebih kreatif berfikir :) secara personal perubahan terlihat pada umur yg semakin bertambah.. Hehe.
EkaRock: Perubahan pada SID mungkin dari pengembangan dari cara bermusik, lebih teliti dari pemilihan kata-kata untuk lirik seiring dengan perkembangan usia. Secara personal. basic kami tidak merasakan  ada perubahan hanya semakin merasa harus bertanggung jawab akan keadaan yang kita hadapi sekarang ini.

02. Bagaimana SID memandang musik kalian yang hari ini? Apakah masih sama seperti memulai segalanya beberapa belas tahun yang lalu? Apa sih yang masih ingin kalian perjuangkan dari segi musik?
JRX: Meski masih jauh dari bentuk terakhir, saya melihatnya bagai bunga yang baru mulai mekar dan banyak kumbang mendekati. Kadang kumbang madu, kadang tidak. Yang masih diperjuangkan sudah pasti kejujuran.
Bobby Kool: Musik kami akan selalu berevolusi, seiring perubahan pola pikir, keadaan, situasi, dan apa yg kita lihat dan apa yg akan kita tuangkan nantinya di lagu.. Dan yg kita perjuangkan dr musik adalah : dimana kita sangat mencintai seni musik ini, mengekprisikan diri didalamnya, meraih setiap mimpi yg kita inginkan, memberikan sesuatu perubahan positif kepada orang yg mengerti apa yg kita tulis atau apa yg kita perbuat..
EkaRock: Diibaratkan sebagai kehidupan, kami sedang tumbuh, dan banyak faktor yang bisa mempengaruhi kehidupan kami.. kami tetep berusaha menyenangkan kehidupan kami dan dimana telah menjadi tumpuan harapan bagi orang yang mengikuti kami, tanggung jawab dan tetap memberikan energi positif.

03. Ada beda yang jelas sekarang, kalian punya pengikut fanatik yang luas dan tidak hanya terbatas dari Bali saja. Pernah berpikir ada di titik ini, sebelumnya? 
JRX: Tidak, saat itu saya terlalu sibuk memikirkan cita-cita mulia: punya stok malam liar dan alkohol yang tak berkesudahan.
Bobby Kool: Sama sekali belum ada pikiran mempunyai fans sampai "diluar" hanya masih berfikir di seputaran membuat lagu, menikmati prosesnya dan mendistribusikannya..
EkaRock : Tidak pernah terpikir, pikiran saya hanya mengekspresikan diri semaksimal mungkin.

04. Apa yang bisa kalian berdayakan dari penggemar itu? Apa yang ingin kalian sampaikan kepada mereka?
JRX: Impian setiap band cerdas adalah memiliki penggemar yang cerdas juga. Sebagai band yang 'merasa' cerdas, kami kadang memiliki penggemar yang 'merasa' cerdas juga. Dan kami ingin mereka sadar itu. SID bukanlah kebenaran tertinggi. Saya rasa itu yang ingin disampaikan.
Bobby Kool: Yg kita lakukan pertama adalah : melalukan sesuatu dr diri kita sendiri,,, melakukan sesuatu untuk perubahan positif dengan itu otomatis mereka akan melihat dan meniru apa yg kita lakukan dan itu sudah terjadi pada mereka..
EkaRock :  Sekali lagi sebuah energi positif, menyebarkannya, dan melakukan perubahan ..dampak besar atau kecil, itulah yang memotivasi kita untuk terus berkarya.

05. Loyalitas penggemar kalian juga melintas batas di internet. Ada beberapa rekor tercipta sejauh ini, apakah itu penting? Gimana sih caranya supaya bisa punya banyak pengikut sekaligus di dua dunia; nyata dan maya?
JRX: Simpel, syarat-nya selalu mempesona baik di nyata ataupun maya. Dan hal itu hanya bisa dilakukan jika kamu tulus dan natural; tidak terlalu memproyeksikan diri menjadi idola sempurna.
Bobby Kool: Berarti sudah bisa dilihat, gerakan2 atau sesuatu yg sudah kita karyakan dan mereka tau apa yg kita perbuat.. Bukan masalah penting atau tidak, setidaknya kita tau seberapa gerakan yg sudah kita buat dan bisa lebih berkomunikatif dengan mereka di dunia maya..
EkaRock : Tetap jujur dengan hati nurani dengan apa yang dilakukan, tanpa paksaan ambisi berlebihan kepada mereka...

06. Bali hari ini, gimana scene lokal menurut kalian? Sempat ada virus akut yang menyebar saat kalian menembus dogma band punk rock itu tidak bisa harmonis dengan major label di Indonesia. Virus itu membuat banyak anak muda lokal bermain musik dan punya kepercayaan diri bisa menembus audience yang lebih luas. Keberhasilan itu membawa Bali dikenal kembali dengan scene musiknya. Kalian membuka pintu untuk banyak band lokal untuk bisa didengar orang banyak di luar Bali. Sekarang, kondisinya gimana? Apakah scenenya lebih baik?
JRX: Menurut saya sih lebih bagus sekarang. Banyak band-band Bali yang bermain diluar daerah/diluar negeri. Banyak yang sign up dengan label-label kredibel. Meski belum ada yang meledak banget, tapi secara networking, musisi lokal makin elok. Bom-bom waktu ini hanya membutuhkan moment yang tepat untuk meledak secara serius.
Bobby Kool: Scene musik Bali saat ini bisa dikatakan lebih bervariasi dr segi genre, dan banyak skr band Bali menjajal konser ke daerah2 di luar bali, dan karya2 mereka sangat berkwalitas. Virus itu sudah km suntik dengan karya yg berbeda dimana dengan karya yg berbeda dan memiliki visi misi didalamnya.. Dengan membuat karya yg "bagus" tdk ada orang yg akan mengintervensi karya itu.. Jadi teruslah membuat sesuatu yg mempunya tujuan, gerakan, dan perlawanan..
EkaRock :  Perkembangan scene musik Bali sekarang ini bisa dibilang sangat baik dan akan menjadi lebih baik. Peluang untuk merepresentasikan karya-karya mereka sudah semakin terbuka, kesempatan untuk manggung di luar daerah dan  membangun jaringan sudah semakin aktif. Sekarang yang diperlukan hanyalah menetapkan titik fokus terhadap karya/band yang mereka bawa…menggali lebih luas potensi dan kesempatan untuk maju, agar lebih terjawab pertanyaan kenapa mereka ada di dalam band tersebut.

07. Masih suka main di klub kecil dengan penonton terbatas? Kalau iya, main di tempat-tempat kecil itu apa sih kenikmatannya?
JRX: Energi mentah nan jahanam dan cipratan keringat penonton adalah salah satu bahan dasar teori kekacauan.
Bobby Kool: Jelas lauh lebih nikmat, berada dalam lingkaran api yg panas, membaur dengan abunya.. Api itulah yg memberikan energi.. Dimana kita bisa melihat emosi, tetetas keringat, semangat, mereka dalam setiap konser kecil..
EkaRock: Energi liar yang memercikan bensin ke bara panas kami, disambut dengan kipasan emosi mereka, secara jujur dan meledakkannya tanpa kepura puraan.

08. Apa yang masih membuat kalian turn on ketika bermain musik di atas panggung?
JRX: Panggung besar: lirikan mesra pak pulisi. Panggung kecil: si dia yang menanti di pojokan bar.
Bobby Kool: Beer dan energi tarian penonton
EkaRock: Senyum sumringah penonton yang mengharapkan ledakan energi kami.

09. Satu hal yang juga menarik, kalian nampaknya cukup jauh dengan media mainstream karena memang apa yang kalian mainkan tidak sesuai dengan selera pasar. Apa sih resepnya bisa diterima dan terus menerus bertahan melakukan yang kalian suka?
JRX: Tahu cara mengemas. Meski kita mungkin gak selalu tahu caranya, tapi ya pura-pura tahu aja: percaya diri.
Bobby Kool: Kita akan tetap menjadi diri kita sendiri, berjalan dan memainkan dan tinggal di tempat yg kita suka.. Dan kita lebih tertarik dengan media yg mengerti siapa kita..
EkaRock :  Knowing our power, bisa selalu memupuk rasa percaya diri kita. untuk melakukan apa yang kita suka...

10. Bagaimana dengan kiprah internasional? Apakah punya rencana untuk ekspansi dalam bentuk karya –tidak hanya tur— di negara asing? Misalnya merilis rekaman untuk pasar itu?
JRX: Rencana selalu ada, belum dapat momen yang pas aja.
Bobby Kool: Sangat ada.. Dimana kita tau industri dan studio recording disana bisa dikatakan lebih maju secara kualitas, untuk mendapatkan kualitas itu kita sadar bahwa kualitas band juga harus mendukung..
EkaRock :  Selalu ada, untuk bisa lebih bersabar menunggu kesempatan itu, mungkin dgn mematangkan apa yang kita punya disini itu bisa lebih berguna.

11. Tentang rekaman terbaru, ide dasar membuat vinyl itu bagaimana munculnya?
JRX: Dari kesukaan terhadap hal-hal yang klasik dan tidak gaul. Dan rasanya belum sah jadi pemusik kalau belum rilis vinyl. Kebetulan label kita juga sedang gila.
Bobby Kool: Sudah dijelaskan oleh JRX.. Hehe
EkaRock : Sudah ditambahkan oleh Bobby

12. Apakah sulit untuk meyakinkan Sony Music untuk merilis rekaman ini?
JRX: SID = Sulit Itu Dosa
Bobby Kool: Dan yg ini akan dijawab sama mas Dodix.. Kakwkakwka..
EkaRock :  I am relax ...

13. Apakah Sony Music partner yang cocok untuk menyebarluaskan karya kalian di Indonesia setelah beberapa album bekerja sama?
JRX: Sejauh ini masih aman-aman saja. Semua karya kami masih jujur dan kalau ketemu Pak Jan pasti diajak makan. Beliau tahu kami butuh gizi dan kasih sayang.
Bobby Kool: Bisa dikatakan "iya" suatu kebanggaan juga album kami di distibusikan oleh label besar sekelas Sony music Indonesia.. Karena yg kita butuhkan adalah meratanya album SID tersebar di seleuruh Indonesia..
EkaRock :  Levelnya hijau, …masih saling rangkul.

14. Apa yang bisa kalian bilang ke orang-orang yang masih berpikiran kuno bahwa band punk rock tidak bisa berpelukan erat dengan major label?
JRX: Saya suka yang kuno-kuno. Langka dan nilai jualnya tinggi.
Bobby Kool: Orang tidak akan tau kalau mereka belom mengenal apa itu major label, tidak semua major label memperlakukan sesuatu yg tidak disukai oleh band, terlalu banyak mengatur dan sebagainya. Tapi ada juga jalur indie yg berperilaku seperti label major kebanyakan..
EkaRock : Tergantung cara berpelukannya sih, kalo posisinya kebanyakan nafsu pasti gak enak…


15. Sebagai band, apa sih yang masih belum kalian capai? Masih  ada cita-cita atau hasrat apa yang ingin kalian kejar?
JRX: Tur keliling dunia yang disponsori PKS.

Bobby Kool: Yg jelas dalam hidup ini kami akan menyapa sang waktu dengan membuat karya sebanyak-banyaknya yg mempunyai visi, misi, perlawanan, pergerakan. menyebarluaskan karya2 yg kita buat, ingin manggung ke tempat yg belom pernah kita datangi dan berkolaborasi dengan musisi yg kita kagumi..


EkaRock: Kali ini sepertinya jawaban Bobby yang saya pilih.
Hidup Bobby!

Interview SID dengan Jakarta Post 2012 (versi bahasa Inggris)

After nearly 20 years on the road, for them, punk rock is still about saying no and being true to themselves.

Have you ever dug the life of Indonesia’s biggest punk rock outfit? What is it like on a daily basis? Are they still true to what they believe in? Do they really have a good understanding about what punk rock is?

Ask whatever you want, at the end of the day you will still get a positive image of Superman is Dead.

This 100 percent Bali-resident band have been around since the 1990s with their debut album Case 15, a milestone in our local punk rock scene’s history, recorded back in 1997. The members are still the same old dudes who swung around the happy-go-lucky life back in the day — charismatic drummer JRX, flamboyant bassist EkaRock and super good frontman Bobby Kool.

Let us take you back to 2001, 11 years ago. Sometime that year, all of a sudden, Sony Music Indonesia announced they were going to release their first punk rock album produced by a local act.

Jan D. Djuhana — the legendary Sony Music Indonesia icon who discovered Dewa 19, Padi, Glenn Fredly and many other top-notch artists here in Indonesia — thought that this band had the X factor that would shake up the industry.

It was controversial — industry insiders rolled their eyes, thinking that Sony Music Indonesia was making a big mistake by investing money in a punk rock band, while the punk rock scene criticized Superman is Dead for selling out, signing a deal with the capitalist music industry for six albums. But both parties went ahead.

Over the years, this collaboration has managed to silence their critics and provided positive evidence to those who believe that change could be made possible through punk rock.

Look at them now — five albums, hundreds of gigs, thousands of good times along the road and, this is the most important thing, millions of fans from cities all across Indonesia and a significant amount of international acclaim that has kept their connection with the world’s punk rock scene alive.

“The relationship level is still at the green stage,” chuckles EkaRock. “If we meet, Pak Jan still takes us out for a meal. He knows us well, we still need his love,” adds JRX, also in the same humorous tone.

Well, don’t believe it all until you see how big they are on the Internet. Google anything about them and you will be overwhelmed by the facts you will find.

“We’re still the old Superman is Dead, still playing punk rock. Only our ages have moved forward,” says Bobby Kool. “And we now have a bigger responsibility,” continues EkaRock. The band carries a heavy mission to make the world a better place.

 “We want to spread positivity and bring changes, well, big or small we all need to do that. That’s always the motivation behind Superman is Dead,” tells EkaRock.

 “In every smart band’s dream there is always a smart gang of fans. We want to have that and we want them to realize they’re smart. That’s what we want to deliver through our music,” JRX adds.

So far, Superman is Dead has been a massive agent of change where they have made small-but-beautiful gestures on a daily basis. For example, in almost every city they visit, they encourage people to have an afternoon stroll with them to clean the environment by picking up any trash they see.

Their contribution to the community can be considered real. What they stand for is a true representation of how people are willing to opt for a better life under the big roof called punk rock.

Of course, they have been supported by their legions of fanatic fans that have fallen in love with the free spirit the band have been expressing for years. They are a good example of how warm the relationship between a punk rock act and their followers can be.

“We’re trying hard not to project ourselves as a perfect idol figure for those kids; we just show them what we are. You can have so many followers if you’re natural and honest with people,” says full-of-wisdom-punk rocker JRX.

At the moment, their flags are flying high, literally.

“My point of view now has changed. I used to have a short term point of view, two or three years only. Now I have a bigger picture, not focusing on minor details. Clarity,” JRX says.

Looking back, they admit that what they have now on their hands was not even in their minds in day one.

“I never thought of this. I was so busy thinking about the good things in life; how to have wild nights out and a never ending alcohol adventure,” jokes JRX.

As would be expected of happy-go-lucky young punk rockers, life in the early stages of their career was always about having some fun and going wild 24/7. The old saying “everything big starts small” is really appropriate in their case. Don’t think big at the very start.

Small gigs were the best while big stadium or arena gigs were not even on their horizon back then. Well, nowadays, small gigs are still on their agenda but it needs to be discreetly done.

“Police will monitor your behavior while you’re doing big stadium gigs, while a sweet girl will wait for you in the corner in a small gig,” again, jokes JRX. “Raw and devilish energy plus the audience’s sweat are the basic ingredients of chaos.”

“We love the wild energy which actually is the fuel that drives our engine. We want to explode it all without a single fake emotion. That’s how a small gig feels to us,” adds EkaRock.

From any of the anecdotes you read, it’s easy to sense how they have kept their feet on the ground, living their enjoyable life to the fullest. The band still call Bali home despite the major effort to go on tour or promote their work.

“We want to say go on forever by writing as many songs as we can, we want to see places we’ve never been to before and do many things in the future,” says Bobby Kool.

The band is now promoting their newly released vinyl record consisting of eight of their best tracks. The vinyl is the first product from Sony Music Indonesia in this old fashioned but sexy format. The band managed to push yet another boundary by getting their label to fulfill their dream of having a release in vinyl format.

“You cannot call yourself a musician if you don’t have vinyl in your catalogue. We’re fortunate that at this time our label is on crazy mode,” says JRX. This, of course, is a joke, maybe.

Keep watching, because Superman is Dead will probably make another big break while surfing the mainstream industry with their bold punk rock attitude.

Interview SID dengan Jurnallica Webzine 2009

1) Apa yang membuat kalian tetap eksis? Pada press release album terakhir sepertinya kalian ingin memuntahkan masa-masa kemelut dalam eksistensi ben ini, sampai-sampai si Superman merasa hampir menyerah.
Jrx: Rasa cinta dan dukungan alam semesta yang membuat kami bertahan. Dua faktor tersebut tidak bisa dikalahkan oleh apapun juga.



  2) Jika pada masa sulit itu membuat SID bubar, kira-kira kalian akan mengambil alih pekerjaan apa? Kita tau, di Indonesia banyak musisi indie/cutting-edge belum bisa menggantungkan hidup dari nge-ben. Atau kalian memang mendedikasikan hidup sebagai ben punkrock dan trus rock n roll?
Jrx: Jika SID harus bubar, saya akan menjadi aktor atau desainer, Bobby menjadi graphic designer dan atlet badminton, Eka bisa menjadi ahli IT dan multimedia. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Tapi kenyataannya, SID tidak akan bubar. Kita mungkin suatu saat akan meredup, tapi tidak akan pernah padam.

  3) Apa yang signifikan dari “Angels & The Outsiders” dibanding album-album sebelumnya?
Jrx: Kita membuka pemikiran orang bahwa nyawa punkrock tidak terletak pada distorsi, makian dan tempo lagu yang cepat. It's all in the lyrics and attitude...

  4) We know, industri musik di sini masih mengedepankan sisi komersialisme dibanding mutu karya. Dalam arti, label rekaman cenderung memilih musik yang gampang dicerna, catchy, easy-listening dan akhirnya terlihat seragam. Kalian sebagai ben punk yang tergabung dalam label mayor, apakah juga kompromi dalam berkarya? Apa yang kalian lakukan untuk meyakinkan Jan Djuhana agar SID tetap di label SONY?
Jrx: Dari awal Sony Music sudah tahu karakter SID seperti apa dan kita memiliki gentleman's agreement bahwa label tidak ikut campur di wilayah berkesenian SID. Lagu, lirik, video klip, art work, image, konser, dll kita yang menentukan. Sony memproduseri album, mengurus promo dan distribusinya.

  5) Selain di luar itu, apa yang ‘meresahkan’ dari dunia industri musik?
Jrx: Yang meresahkan bukan pelaku industrinya saja, tapi peminat industrinya. Semua bertalian. Selera mereka yang seragam membuat band berlomba-lomba untuk menjadi seragam. Di sini media punya peran besar dalam membentuk selera pasar. Jangan cuma menyalahkan band atau media juga, kita semua ikut terlibat kok dalam kemunduran ini. Dan tidak ada gunanya mengeluh, lebih baik lakukan sesuatu yang besar dan hajar kemunduran sampai titik penghabisan.  

6) Sebagai ben, apa kalian memerlukan sebuah imej/citra?
Jrx: Jika kamu ingin meraih langit, citra sangat signifikan karena setiap band memerlu-kan wajah. Sama seperti manusia, wajah [citra] ini ber-fungsi untuk dijadikan kekuatan yang membedakan-mu dengan band/manusia yang lain. Dan citra tidak harus identik dengan fashion. Attitude, movement, lirik, dll bisa menjadi citra/wajah setiap band.

  7) Apa yang membuat SID lebih terekspos dari ben-ben Bali lainnya? Apakah di Bali tidak memiliki basis media yang kuat (khususnya untuk musik cutting-edge)? Atau kalian merasa ada sentralisme pada permusikan Indonesia?
Jrx: Yup, Bali belum memiliki basis media yang kuat. Semua masih terpusat di Jakarta. SID terekspos karena kami melakukan sesuatu yang layak di-ekspos. Bukan karena skandal infotainment pastinya.

8) Seandainya SID tak berlanjut, mungkin kalian tak akan merealisasikan mimpi agung-nya, yaitu tur Amerika. Ada 2 tur lagih! Pada tur Vans Warped kalian cuma tampil sebagai ben ‘ecek-ecek’ (baca: kurang famous) sedangkan di tur From Bali with Rock kalian hadir sebagai headliner. Apa perbedaan yang kalian rasakan dari 2 tur tersebut? Dan setelah merasakan panggung bergengsi dalam festival dunia, apa yang berbeda dari event-event lainnya?
Jrx: Tidak ada perbedaan besar karena di US walaupun kami headliner, tetap saja orang sana mostly tidak tahu SID. Faktor perjuangannya sangat dominan. Perbedaan event internasional dengan event lainnya lebih pada disiplin waktu yang akurat dan masalah kebersihan. Orang Indonesia harus lebih sadar kebersihan dan menghilangkan kebiasaan jam karet.

9) Saya teringat statement dari promoter lokal ternama, bahwa yang membuat ben-ben Indonesia sulit go international adalah perkara bahasa/lirik. Tapi dengan berhasilnya SID tur ke Amerika telah melabrak argument-argumen yang sama. Kalo bagi kalian, apa yang membuat ben-ben lokal susah tembus ke skala dunia? Atau, semua itu memang ada faktor keberuntungan juga?
Jrx: Hukum alam. Mungkin karena memang belum waktunya. Jika harus terjadi, pasti akan terjadi. Everything happens for a reason.

10) Secara kultur musik, kalian kan juga mengadopsi budaya luar. Tapi selama tur di Amerika kalian merasa ada penilaian ‘dibanding-bandingkan’ ‘ga?
Jrx: Gak ada, mungkin publik AS sudah melewati fase 'membanding-bandingkan' band ini dengan band itu. Mereka lebih kepada sikap take it or leave it. Jika suka, mereka tunjukkan dukungan, jika tidak suka ya mereka pergi. Fair dan gak banyak basa basi seperti di Indonesia.

11) SID pernah buat DVD tur Australia. Ada rencana tur Amerika kemarin dibuatkan DVD-nya juga? Kalo iya, kapan dirilis?
Jrx: Sedang di-edit, mudah-mudahan rilis sebelum 2010.

  12) Ehm! Selama tur Amerika kemarin kalian dapet groupis ‘ga?
Jrx: No comment.

13) Sebelumnya, sejauhmana kalian mengetahui fanbase SID di luar Indonesia, terutama Amerika?
Jrx: Kami mengetahuinya lewat Myspace, ada beberapa warga AS yang menyimak perjalanan SID dan memesan merchandise/CD untuk dikirim ke AS. Walaupun jumlahnya tidak fantastis, lumayanlah daripada tidak ada sama sekali.

14) Baru-baru ini SID mendeklarasikan para “Outsiders” wanita dengan sebutan “Lady Rose”. Ada alasan khusus?
Jrx: Agar wanita dalm dunia punkrock lebih dihargai dan dilindungi. Tidak dianggap sebagai pelengkap saja karena sejatinya peran mereka juga besar. Selain itu juga untuk mengikis image 'machoisme' yang berlebihan dalam punkrock. Kami sudah muak dengan stigma punkrock itu simbol kekerasan/kejantanan. Itu semua omong kosong manusia-manusia berpikiran sempit. Punkrock tidak mengenal jenis kelamin, ras, dan strata sosial. Punkrock ada untuk semua manusia tanpa terkecuali. Miskin-kaya tua-muda laki-perempuan, semua bebas menikmati punkrock.

15) Banyak ben-ben luar (terutama yang cutting-edge) lebih mengharapkan ‘pemasukannya’ dari hasil tur dibanding penjualan album. Kalian sendiri bagaimana?
Jrx: Sama.

16) Dengan partisipasi kalian dalam tur Vans Warped, ini tentu menambah reputasi kalian. Dengan begitu, apa ‘bayaran’ kalian juga naik?
Jrx: Tergantung acaranya. Kemarin konser amal untuk Padang kita tidak dibayar dan ikut menyumbangkan donasi dalam bentuk lelang t-shirt/CD SID. Tapi kalau acaranya memang komersial dan disponsori korporat besar, kenapa harus malu meminta bagian yang besar juga. Realistis tidak ada salahnya.

17) Melihat style kalian yang rockabilly, jelas SID punya influens sisi western yang cukup kuat. Tapi saat tur Vans Warped kalian mengenakan pakaian adat Bali. Apa ini hanya pendomplengan identitas aja supaya mendapat simpatik? Bukankah sebelumnya kalian mengumbar nilai-nilai be yourself?
Jrx: Pertanyaanmu agak norak sebenarnya [hehehe-red] but anyway, kita memakai pakaian adat Bali karena beberapa alasan;
1. Publik AS tidak tahu Bali/Indonesia itu seperti apa dan pakaian adat bisa menjadi penegas darimana kita berasal.
2. Posisi kita di sana sebagai duta Indonesia dan tour kita memang bertujuan mempromosikan Bali/Indonesia.
3. Kita tetap menjadi diri sendiri karena di Bali kita sering memakai pakaian adat untuk beberapa acara yang bersifat adat.

18) Bagaimana pengklaiman budaya atas negara lain yang belum lama ini terjadi, bahkan tari Pendet dari Bali sempat kena imbasnya.
Jrx: Basi. Tiba-tiba semua orang menjadi patriotik berlebihan. Tidak mau melihat fenomena ini lebih luas dan bijak. Maunya perang dan perang. Lebih baik perbaiki dulu negara kita, benahi sistem pendidikan dan kesehatan untuk warga miskin, kurangi jumlah pengangguran. Kalau sudah kuat baru kita bicara perang. Tapi SID tidak pernah mendukung perang. Perang tidak pernah menyelasaikan masalah tapi menambah masalah. Buktinya sudah banyak: Iraq, Israel, Palestina. Semua masalah bisa diselesaikan tanpa harus menghilangkan nyawa manusia-manusia tidak bersalah. Fuck war!

19) Seandainya Bali berpisah dari Indonesia dan menjadi negara tunggal, kalian sepakat ngga?
Jrx: Haha. Gak mau dan gak mungkin bisa, listrik saja Bali masih tergantung sama Jawa. Cuma orang gila yang berpikir Bali bisa menjadi negara tunggal karena faktanya Bali masih sangat tergantung dengan propinsi-propinsi lain di Indonesia.

  20) Pernah ngga kalian ditolak orang tua pacar karena penampilan kalian yang rock n roll?
Jrx: No comment.

  21) Ok. Ada yang ingin ditambahkan?
Jrx: Jaga dan hormati bumi ini maka ia akan membalasnya dengan cinta. Masa depan semesta ini kita semua yang menentukan.

Diambil dari :
http://www.jurnallica.com/intie_07_superman-is-dead.htm(Oktober '09).

Interview SID dengan Radioliner 2012

1. Apa pendapat SID tentang maraknya  Band yang lagu-lagunya dipakai sebagai soundtrack sinetron? nonton sinetron gak sih? trus komentarnya dengan sinetron indonesia? mau lagunya SID dipakai sebagai soundtrack sinetron?

Jrx: Kalau sinetronnya bagus sih ga pa-pa, tapi kalo sinetronnya msh standar Indonesia [Punjabi-minded], kecuali Bajaj Bajuri, saya gak suka. Norak. Jual mimpi. Kampungan.
Soundtrack sinetron kaya nya kurang asik. Kalo soundtrack film, SID mau....apalagi kalau sutradaranya Garin, Quentin or Robert Rodriguez.
Eka Rock: Sinetron? ...No thanks. Lagu-lagu SID gak mau dipakai sinetron.

2. Punk, sekarang ini banyak banget band yang mengusung aliran ini. apa gak takut ntar punk nasibnya sama dengan SKA yang cuma idup beberapa tahun kemudian jadi zombie? konsisten terus dengan punk?


Jrx: Kita udah kebentuk sejak tahun 95, sampai sekarang masih tetap berdiri tegak menantang arah. Saya rasa itu udah cukup ngejawab pertanyaan diatas. Ska masih ada kok. Tau Shaggy dog [Jogja]? Noin Bullet [Bandung]? Mereka sampai sekarang asik-asik aja tuh kayanya.
Eka Rock: Kenapa musti takut melakukan sesuatu yang jujur? Please note Punk is not dead. Dan itu terbukti dengan gak ada matinya punk dengan regenerasi-nya yang aduhai bertahun tahun. Yup, SID akan tetap konsisten dengan Punk!
Sejalan perkembangan musik kami tanpa terpengaruh oleh trend. Bermain musik dengan jujur!

3. SID adalah band yang kontroversial kehadirannya, begitu banyak pihak yang membenci pilihan SId untuk masuk major label, bahkan menyebar fitnah busuk dibelakang kalian serta intrik yg gak asik, nah suatu ketika lu ditodong sama komunitas 'punk' untuk mempertanyakan keputusan kalian itu reaksi kalian? apa cool aja? atau udah deh, hajar aja! ribut sekalian!


Jrx: Penginnya sih kita dan mereka diskusi terbuka dengan pikiran yang bersih dan positif, saling respect, trus abis tu nyanyi bareng-bareng. Tapi biasanya kalo situasi udah kaya gitu, kekerasan dan premanisme [dari pihak mereka, tentunya] yang bicara. Susah ngadepin orang Indonesia yang dalam keadaan emosi dan bergerombol. Intelektualitas-nya hilang, sok jago-nya keluar.
Eka Rock: Kita selalu berusaha mengklarifikasi segala bentuk fitnah, meluruskan dari yang salah menjadi tidak salah lagi. Kalaupun ditodong kenapa kami Major Label, kami ingin tetap eksis, bermain musik secara profesional. Llihat pendahulu kita Ramones, Rancid, Sex Pistols, Green Day, etc. Mereka sah-sah saja masuk Major. Tapi kenapa mereka tidak menggugat mereka malah mendewakan mereka. What's wrong with the picture, dudes? Kalau Ramones & Sex Pistols gak masuk Major jaman dulu-dulu itu, Indonesia pasti hari ini belum terlalu familiar dengan Punk Rock. Major dengan distribusinya yang menggurita ke seluruh dunia justru membantu exposure terhadap Punk Rock (!)
...Don't you think you should say thanks to Major Label instead of swearing them with dirty words?
Yang pasti, selama wilayah berkesenian kita tidak diganggugugat oleh pihak Major ya kita mah asik aja menjalin kerjasama. Dan terbukti hingga hari ini wilayah berkesenian kita dibiarin bebas gak tersentuh kok ama mereka. Pasti gak percaya kan? Terserah deh. Kami punya sahabat yang ngikutin perjalanan SID sejak awal & doi hadir dus tau banget gimana wilayah berkesenian SID sama sekali kagak diacak-acak oleh Major. Pasti gak percaya kan? Up to you lah.

4. Konser yang kalian dambakan itu seperti apa? Konser ideal lah..


Jrx: hmmm, konser di pinggir pantai/di bar pinggir pantai. Crowd nya gak lebih dari 200 orang tapi emang suka musik semua, bebas preman dan anak gaul, bir free flow tanpa batas, ada pameran mobil tua, ada kontes tattoo, ada ramp skateboard, sound system dari M3 trus keuntungan dari konser disumbangkan ke orang yang membutuhkan. Punkrock seharusnya memihak orang2 lemah.
Eka Rock: Yang dihadiri oleh orang2 yang tahu bagaimana SID itu sendiri, bukan yang ikut-ikutan. Tempatnya gak terlalu gede, antara audience dan SID bisa dekat, dan yang pasti yang banyak free flow..beer beer dan beer!

5. SId alkoholik? penasaran nih kenapa sering banget nenteng beer kemana mana, bahkan dalam biografi di situs SID tercantum kayak gini :
by name :
 � Bobby Cool (beer drinker, lead vocal, guitar, highly personable, well known as "The bastard child of Fat Mike" as his voice has some similarities with the NOFX frontman)
� Eka Rock (beer drinker,laid back bass and backing vocal, warm smilin' Rock 'N Roll bandman)
� Jerinx (beer drinking Rock 'N Roll prince charming, drummer, hairwax junkie, his name is slang for "spikey hairdo")


Jrx: Alkoholik, iya.....its not a big problem selama kamu gak nyusahin siapa siapa. Daripada gak minum tapi ngerusak tempat-tempat hiburan malam sambil ngancam-ngancam orang gak bersalah pake pedang. Emang itu lebih bagus daripada minum alkohol?
Eka Rock: Yup Beer, kami sangat menyukai produk ini! Pemberi semangat dan efek relaksasi ya, dude?

6. menurut kalian seberapa pentingnya media internet dalam mendongkrak karier bermusik kalian? btw, gw dari www.anakponti.com


Jrx: yaaah....cukup penting juga sih, tapi di Indonesia kan gak semua anak muda punya dan bisa main internet. Yang lebih penting menurut saya sih eksistensi dan loyalitas kita terhadap scene Punk Rock itu sendiri.
Eka Rock: Penting banget. Sekali lagi media untuk klarifikasi fitnah busuk seperti yang Anda ungkapkan di atas. Kami juga di website, menyediakan message board buat teman-teman berinteraksi meluruskan yang gak lurus menjadi lurus.

7. dalam wawancara kalian dengan media lain, SID pernah bilang bermusik itu menjadi pilihan kalian dalam mencari uang secara profesional, pertanyaannya : sekarang kan marak banget nih yang 'donlod' gratisan, setuju gak? reaksi kalian? 


Jrx: Setuju, [mengutip kata-kata 50 cent] kita gak peduli orang dapet musik kita dari mana, dengan cara apa, yang penting
dia bisa menikmati, mengerti dan apreciate musik kita. Man, kita hidup di negara dunia ke 3, masih banyak orang gak
mampu, lahan pekerjaan terbatas. Saya rasa SID bisa tetap hidup dari duit hasil konser. No problem buat kita walaupun kita akui duit hasil royalty emang lumayan juga sih, he he...
Eka Rock: Download kalo untuk didengerin sih gak kenapa, kalo untuk diperjual belikan kami pikir penyakit ini gak ada obatnya. Itung itung membantu membuat lapangan pekerjaan dah...

8. fashion dan bermusik, bagaimana kalian men-sinkronkan nya?


Jrx: ya minimal harus nyambung ama musiknya, kalo Punk Rock kan ada semacam benang merahnya gitu. Kalo SID sendiri
kan Punk Rock yang terpengaruh Rockabilly, jadi ya kita mix aja, kadang keliatan kaya Elvis, kadang working class, kadang kaya Green Day. Yah semacam itulah, gak jauh-jauh dari sana.
Berdandan itu harus dari diri sendiri. Kalo ada band yang ngaku-ngaku Punk Rock or whatever tapi ada yang dandanin, wah parah. Itu sih manufacture pop. Akan jauh lebih baik jika kita tau apa yang kita kenakan. Nggak asal contek gitu, kaya band-band Indonesia kebanyakan. Style-nya anak distro semua. Seragam dan membosankan.
Eka Rock: Saat perform dan hidup sehari hari , kami memilih pakaian yang kami suka..condong ke Rockabilly 50's... Itu adalah fashion statement kami. 

9. album ke dua kalian bersama sonny ini tidak secemerlang album pertama dalam hal ekspose media, walaupun secara kualitas kalian menunjukkan grafik yang positiv. bagaimana SID menyikapi ini? 


Jrx: Santai aja, kita kan bikin musik untuk diri kita dulu, trus kita kasi ke orang lain. Terserah mereka mau suka atau nggak. Kita juga gak ngarepin semua anak muda Indonesia dengerin SID. Emang Peterpan? he he...
Mendingan yang tau SID sedikit tapi emang bener-bener tau musik dan spiritnya, daripada banyak yang tau tapi posers semua.
Eka Rock: itulah masyarakat kita, sangat tergantung dari media. Apa yang santer dimediakan itu yang santer didewakan. Kami dengan tidak mengurangi rasa hormat berusaha untuk tidak over expose oleh media. Thanks buat pendapat tentang
kualitas kami yang positif. SID ingin berjalan secara wajar. Ekspose media bukanlah harga mati tentang baik buruknya sebuah band.


10. bicara bali, kita ingat beberapa tahun lalu pulau ini menjadi target operasi teroris. apa reaksi kalian akan peristiwa itu? serta harapan bagi perdamaian di bali serta indonesia umumnya?


Jrx: Kita ini minoritas, di Indonesia kita gak bisa berbicara terlalu vulgar tentang hal-hal spt ini. Emangnya apa sih yang bisa kita lakukan, selain menunggu dan berharap agar tidak ada kejadian yang sama menimpa Bali atau daerah-daerah lain di Indonesia. Kita cuma bisa bertanya dalam hati kita: Bali emang pernah salah apa ya? Tapi kita orang Bali sangat percaya dengan hukum Karma...
Eka Rock: Fuck terorrist! Stop kekerasan dan berpikir jujur dengan hati nurani.

11. pernah gak kepikiran jadi duta pariwisata bali akibat peristiwa itu ?


Jrx: Hehehe, nggak tuh. Tapi mungkin secara gak sengaja orang ngeliat kita jadi semacam itu, mungkin. Yah, di panggung/wawancara kan kita sering bilang ke orang-orang kalo di Bali tu asik, bisa minum dipinggir jalan, gak ada preman, santai, ada beragam kebudayaan...
Eka Rock: Belum kepikiran.

12. slank punya slankers, dewa punya baladewa, padi punya sobat padi, SID sendiri apa? terus fans itu bagi kalian seberapa penting? apa hanya sekedar market?


Jrx: SID gak bisa disamakan ama band-band di atas tadi. Kita gak suka disembah-sembah. Kita gak gila hormat dan publikasi. Kita cuma pemusik, bukan Tuhan atau pahlawan. Fans kita terserah mau manggil diri mereka apa, yang penting mereka gak nyusahin orang, gak bikin rusuh berlebihan, gak kampungan. Man, yang terpenting itu bukan namanya, tapi isi kepalanya.
Eka Rock: Apa maksudnya dengan market?..Buat kami fans sangat penting, kami memberi kebebasan pada fans untuk menamai diri. Karena kami ingin antara fans dan SID gak ada batasnya karena kami juga manusia. Fans tahu bagaimana
sebenarnya SID, itu yang sangat penting. Kami berinteraksi di message board (www.supermanisdead.net/forum/) untuk
tujuan ini, meluruskan yang salah menjadi gak salah lagi.


13. btw, waktu pemilu kemaren kalian nyoblos gak? komentar kalian tentang sistem pemilihan langsung ini bagaimana?


Jrx: Gak nyoblos, makanya skrg saya gak mau komentar....
Eka Rock: Saya sendiri nyoblos pada pemilu yang kedua (pemilihan presiden), tapi...apa yang terjadi dengan hasil coblosan saya sekarang? Saya jadi bingung...

14. banyak sekarang acara di TV bersifat reality show, pernah ngigau / mimpi  kalian punya acara reality show kayak the ousborne? 


Jrx: He he he... belum, tapi ada sih beberapa reality show di Indonesia yang saya rasa norak. Terlalu dipaksakan atas nama rating.
Eka Rock: He he he... mimpi juga gak mau. Kalo ada yang mau nulis jadi sebuah buku mungkin saya lebih tertarik.

15. oh ya, lagu apa yang gak pantes masuk dlm album ke dua kalian (dengan sonny) trus kalian nyesel masukinnya?


Jrx: Gak ada
Eka Rock: Sony gak pernah mengintimidasi dalam proses kreatif seni kami, termasuk pemilihan lagu. Semua atas kehendak SID. Tentu kami gak nyesel.

16. dalam benak kalian kalimantan barat itu (pontianak) seperti apa? ada niat konser disini? 


Jrx: Hmmmm, pontianak...banyak dagang kue pinggir jalan ya? Kota Khatulistiwa? He he... konser disana pengin sih, tapi belum ada yang ngundang jadi ya kita santai aja dulu, minum bir...
Eka Rock: Lihat di TV, pontianak sering dijadikan alur peredaran narkoba dari Jakarta..ehheheh. Kalo ada yang ngundang main di Ponti kami siap!
17. terakhir, impian SId kedepan? pertanyaan standar penutup hehehehe...


Jrx: Bisa bermain musik terus sampai tua sambil terus membantu band/orang lain yang patut dibantu. Kita gak
pengin jadi band yang sok rockstar, selfish dan hedon, yang menumpuk kekayaan cuma buat diri sendiri saja. Musik menyelamatkan kita, sekarang kita mencoba menyelamatkan musik dan hal-hal di sekitarnya. Peace, JRX.
Eka Rock: (Jawaban standar juga) Tetap jujur dalam bermusik dan tetap eksis.

Biografi Eka Rock


I Made Eka Arsana (lahir di Negara, 8 Februari 1975; umur 38 tahun; nama asli dari Eka Rock) adalah personel dari grup musik asal Bali, Indonesia, Superman Is Dead. Di grup Superman Is Dead, Eka Rock memainkan instrumen bass.

Biografi Bobby Kool

Nama panggilannya ketika masa kanak-kanak adalah Bobby Bikul (bikul berarti tikus dalam bahasa Bali). Ketika karirnya dalam musik dimulai ia mengganti namanya menjadi Bobby Kool. Masa kanak-kanaknya dihabiskan di Denpasar. Ia menyelesaikan kuliahnya di Sastra Inggris, Fakultas sastra Universitas Warmadewa Denpasar.
 Pada masa perkenalannya dengan musik ia lebih tertarik memainkan alat musik drum. Ketika ia mulai membentuk sebuah kelompok musik ia baru tertarik pada alat musik gitar. Selain ketertarikannya dalam musik ia dikenal juga sebagai penggemar sepeda dan seorang disainer. Ia kerap merakit sebuah sepeda dari rongsokan sepeda yang tidak terpakai atau rusak. Hobinya terhadap sepeda kelak menjadi salah satu citra khusus pada dirinya ketika mendirikan kelompok musik Superman Is Dead di mana ia memperkenalkan kepada para penggemarnya tentang slogan "lebih baik naik sepeda".
 Profesi lainnya adalah sebagai disainer grafis, Ia sempat bekerja sebagai disainer untuk sebuah perusahaan majalah kartun di Bali, sebuah koran surfing di Bali dan pada akhirnya bergabung bersama Rizal Tanjung seorang peselancar nasional mendirikan perusahaan Electrohell yang bergerak dalam bidang pembuatan desain pakaian surfing dan mendirikan studio rekaman. Semua sampul albumnya dirancang sendiri oleh Booby Kool.

Kamis, 21 Februari 2013

Biografi Jerinx

 I Gede Ari Astina, lahir di Kuta, 10 Februari 1977,sekarang berusia 33 tahun. Di grup Superman Is Dead, Jerinx memainkan instrumen drum. Jerinx terkenal karena teknik bermain drumnya yang menggunakan speed tinggi dan skill tinggi pula.


Jerinx, menyimpan filosofi di balik tato-tato yang melekat di tubuhnya. Sadar bahwa tato merupakan sesuatu yang krusial, Jerinx tak mau asal menaruh gambar tanpa makna dan nilai apa-apa. Dia berujar bila tato itu bakal dibawa sampai mati. Jadi, harus punya makna yang dalam.

Tato yang ada di badan Bli Jerinx antara lain :

1.Tato bertuliskan "Grand Mom" di lengan kanan ia toreh ditubuhnya untuk mendedikasikannya kepada sang nenek.
2. Judul lagu country yang dibawakan lagi sama Social Distortion yang liriknya bagus dan menyentuh banget bagi saya. Ditato di perut.
3. Tato Lady Rose, yang didedikasikan orang yang sangat berarti dan berharga bagi Jerinx .
4. Tato naga yang berarti bahwa Jerinx ber-shio naga.
5. Bahkan, Jerinx juga mengabadikan runtuhnya menara kembar WTC dalam tubuhnya.


Dimata saya sebagai fans SID, lebih dari seorang drummer, Jerinx adalah seseorang yang berwawasan dan berpandangan sangat luas dalam berbagai hal. Baik itu soal musik, sosial, bahkan sampai masalah agama sekalipun. Hal tersebut dapat dilihat dari twitter bli Jerinx.


Jernix pernah membuat sebuah pernyataan yang membuat saya semakin kagum dengan SID umumnya, khususnya sosok Jerinx.
Pernyataan tersebut adalah "Kami sama sekali tidak pernah melakukan lipsync atau playback di stasiun TV manapun. Yang kadang kami lakukan selama ini adalah teknik minus one,"

Selanjutnya, Jerinx juga menegaskan, jika penampilan mereka sepenuhnya ditujukan untuk fans.
"Jika tidak suka melihat SID tampil minus one, matikan saja TV nya, beres. Yang jelas ada berjuta-juta remaja di pelosok Indonesia yang akhirnya bisa mengenal dan meresapi pesan yang kami sebarkan lewat TV,"
"Dan bagi kami itu jauh lebih penting daripada hanya ingin 'terdengar' sangar dan idealis. Itu tidak akan merubah apa-apa,"



Itulah beberapa pernyataan Jerinx yang bikin saya kagum jon.
Oh iya, selain SID, Jerinx juga punya band lagi jon, namanya Devildice, ini dia beberapa penampakannya :

Tetapi ada sedikit ganjalan dari band Devildice ini, karena salah satu personil (bassist) juga pendiri yaitu Kuzz keluar karena alasan ingin fokus terhadap keluarganya. Tapi keberadaannya sudah digantikan oleh @leo_sinatra, mantan gitaris Suicidal Sinatra.