Minggu, 09 Februari 2014

Apakah SID Dimanfaatkan Label?

Yab Sarpote:

Bli JRX aku kepengen diskusi soal mapan dan anti-mapan, bli. 'Main aman' dalam status bli ini dalam konteks kasus apa, bli? Bukankah (misalnya) dalam konteks konflik antara musik indie yang menolak mengkomodifikasi karyanya dalam sistem kapitalis dengan korporasi industri musik semacam Sony yang jelas mengkomodifikasi karya dan mengambil untung besar dari karya tersebut, pilihan bli dan kawan-kawan SID dengan bergabung ke industri musik itu bisa dikategorikan 'cari aman' atau pilihan 'mapan', bli? Dalam hal ini, konflik dengan korporasi industri ini dihindari dengan bergabungnya temen2 SID ke korporasi musik.. Ya, semacam "Rebel Sell" begitu.


Saya:

Sony tidak mendapat banyak profit dari SID karena: 1. Tidak seperti artis Sony yg lain, manajemen SID tidak harus membayar royalty dari konser/merchandise SID. Kami masih memakai kontrak lama (2003). 2. Satu2nya sumber pendapatan Sony dari SID adalah dari penjualan CD. Dan dijaman pembajakan/ilegal downloading ini, penjualan CD menurun sangat2 drastis. 3. Mencari aman bukanlah alasan SID bergabung dgn Sony, alasan kami adalah utk memperluas distribusi album (keputusan ini diambil sebelum era pembajakan/ilegal downloading) karena kami merasakan memproduksi 3 album pakai uang sendiri dan distribusi-nya sangat terbatas. Dan bagusnya Sony sepakat utk tidak mencampuri urusan berkesenian kami. Apa salahnya? Intinya begini, SID tidak dimanfaatkan oleh label, tapi SID yg memanfaatkan label. Dan hal-hal ini tentu saja tidak banyak diketahui publik kan? Dan itu masuk akal karena saya akui 99% artis major label Indonesia memang 'diatur dan diperas' oleh labelnya. Saya gak menyalahkan mayoritas yg berpikir SID juga 'diatur/diperas' oleh label. Kesimpulan tsb mereka ambil dari fakta bahwa band-band major memang kebanyakan demikian. Tapi ingat sekali lagi, SID bukanlah band yg umum. Tak ada yg menyamai kami. Secara musik maupun movement. Kami banyak melakukan hal-hal yg belum pernah dilakukan band lain di Indonesia. Kami hidup di Bali, kami tidak stay di Ibukota. Pola pikir kami bukan pola pikir mesin. Terima kasih.

 Source: Facebook